Rekayasa Genetik Tanaman
untuk Produksi Artemisinin, Senyawa
Antimalaria
Hasil penelitian rekayasa genetik untuk produksi artemisinin,
senyawa
antimalaria, merupakan terobosan dalam memproduksi senyawa
tersebut secara massal dalam waktu yang relatif cepat.
Posted on December 2012, journal By Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor.
Posted on December 2012, journal By Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor.
Malaria merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan 1,2% dari
total kematian manusia disebabkan oleh penyakit ini. Wabah penyakit malaria di
Indonesia makin meningkat. Di lain pihak, parasit malaria berupa Plasmodium
falciparum telah resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan,
sehingga perlu dikembangkan obat antimalaria yang baru. WHO telah
merekomendasikan pengobatan penyakit malaria dengan Artemisia annua L.
yang dikombinasikan dengan obat lain yang disebut Artemisinin Combination
based Therapy (ACT), untuk mengatasi resistensi beberapa obat malaria.
Artemisinin merupakan produk metabolit sekunder dari tanaman Artemisia.
yang sangat efektif terhadap P. falciparum. Pembuatan artemisinin secara
sintesis sulit dilakukan dan tidak ekonomis. Cara yang mudah dan murah adalah
mengekstrak dari tanaman Artemisia. Sayangnya, tanaman Artemisia
di Indonesia mengandung artemisinin yang rendah, sehingga tidak ekonomis untuk
dikembangkan dalam skala industri. Metabolit sekunder dapat diproduksi dengan
teknik kultur in vitro melalui kultur kalus atau kultur akar
rambut. Pada kultur kalus, pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), baik auksin
maupun sitokinin, sangat diperlukan. Penggunaan ZPT tersebut secara tunggal
atau kombinasi dengan konsentrasi yang tepat diharapkan dapat menginduksi dan
meningkatkan pertumbuhan kalus. Media kultur dan prekursor mempengaruhi
produksi metabolit sekunder. Induksi akar rambut dapat dilakukan dengan
menggunakan vektor Agrobacterium rhizogenes yang sesuai. Induksi akar
rambut transgenik dihasilkan oleh adanya transfer T-DNA dari A. rhizogenes ke
dalam sel tanaman. Fragmen TDNA yang ditransfer tersebut membawa gen rol untuk
mensintesis auksin dan sitokinin, sehingga ekspresi gen tersebut menyebabkan terjadinya
over produksi fitohormon dalam sel tanaman. Efisiensi transformasi
dipengaruhi oleh:
(1) umur tanaman pada saat infeksi yang berkaitan dengan
kompetensi sel,
(2) umur isolat Agrobacterium yang digunakan untuk
infeksi yang berhubungan dengan virulensi. Dalam hal ini umur isolat bakteri
berkaitan dengan fase pertumbuhan Agrobacterium, sedangkan waktu inkubasi menentukan fase
pertumbuhan yang berkaitan dengan proses molekuler dalam sel bakteri dalam
mengatur gen rol pada proses transformasi,
dan
(3) suhu untuk pertumbuhan Agrobacterium.
Keuntungan dari kultur akar rambut antara lain adalah:
(1) dapat tumbuh pada media tanpa ZPT,
(2) pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan akar yang
berasal dari induksi ZPT, dan
(3) akar rambut dapat menghasilkan metabolit sekunder yang tinggi.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan metode kultur akar
rambut dengan bantuan A. Rhizogenes pada tanaman ginseng meningkatkan
kandungan total saponin 0,95% lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan total
saponin dari tanaman induknya. Di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) telah dilakukan penelitian awal untuk
produksi senyawa artemisinin, menggunakan metode kultur akar rambut dengan
bantuan vektor A. rhizogenes. Tiga strain bakteri A. Rhizogenes telah
dicobakan pada eksplan daun dan batang Artemisia.
Pembentukan akar rambut pada eksplan daun Artemesia dengan menggunakan tiga strain bakteri A.rhizogenes.
(a: strain
ATCC 15834, b: strain LBA 9457, c: Strain A4J).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi A. rhizogenes pada daun Artemisia yang telah dilukai ternyata menginduksi pembentukan akar rambut. Bakteri A. Rhizogenes strain ATCC 15834 lebih cepat menginduksi akar rambut dibanding dua strain lainnya. Pembentukan akar rambut oleh strain ini
mencapai 50,77% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena tanggapan jaringan berbeda
terhadap strain bakteri yang digunakan. Kemampuan inokulasi Agrobacterium terhadap
tanaman juga berbeda. Faktor yang menentukan kompetensi jaringan antara lain
adalah spesies atau genotipe asal eksplan, jenis organ yang digunakan, dan tingkat
perkembangan organ. Kompetensi tanaman berkaitan dengan senyawa fenolik yang
dikeluarkan oleh sel tanaman yang luka. Senyawa tersebut berfungsi untuk
mengaktifkan gen vir yang berperan dalam mengaktifkan gen rol.
Gen rol diekspresikan pada jaringan tertentu, di mana kandungan sukrosa
dan IAA tinggi. Eksplan daun kemungkinan banyak mengandung sukrosa dan IAA,
sehingga gen rol dapat terekspresi dengan baik dan dapat menginduksi
pembentukan akar rambut. Keberhasilan induksi akar rambut pada
eksplan daun kemungkinan juga disebabkan oleh kompatibilitas Agrobacterium
untuk menerima isyarat dari jaringan daun yang luka dan diikuti oleh
terinduksinya gen vir yang diperlukan dalam proses inokulasi. Selain itu
juga adanya kompatibilitas gen yang menyebabkan T-DNA A. rhizogenes kompatibel
kompatibel dengan kromosom tanaman, sehingga T-DNA dapat terintegrasi dengan
baik ke dalam genom tanaman. Hasil penelitian awal ini tampaknya merupakan
terobosan dalam memproduksi senyawa artemisinin secara massal dalam waktu yang
relatif cepat (BB-Biogen).
Sumber
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor. Rekayasa
Genetik Tanaman untuk Produksi Artemisinin, Senyawa Antimalaria. Hasil penelitian
rekayasa genetik untuk produksi artemisinin, senyawa antimalaria, merupakan terobosan
dalam memproduksi senyawa tersebut secara massal dalam waktu yang relatif
cepat.
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr296072.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar