Translate

Rabu, 19 Desember 2012

Rekayasa Genetik Tanaman untuk Produksi Artemisinin, Senyawa Antimalaria



Rekayasa Genetik Tanaman
untuk Produksi Artemisinin, Senyawa
Antimalaria
Hasil penelitian rekayasa genetik untuk produksi artemisinin, senyawa
antimalaria, merupakan terobosan dalam memproduksi senyawa
tersebut secara massal dalam waktu yang relatif cepat.
Posted on December 2012, journal By Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor. 

Malaria merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan 1,2% dari total kematian manusia disebabkan oleh penyakit ini. Wabah penyakit malaria di Indonesia makin meningkat. Di lain pihak, parasit malaria berupa Plasmodium falciparum telah resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan, sehingga perlu dikembangkan obat antimalaria yang baru. WHO telah merekomendasikan pengobatan penyakit malaria dengan Artemisia annua L. yang dikombinasikan dengan obat lain yang disebut Artemisinin Combination based Therapy (ACT), untuk mengatasi resistensi beberapa obat malaria. Artemisinin merupakan produk metabolit sekunder dari tanaman Artemisia. yang sangat efektif terhadap P. falciparum. Pembuatan artemisinin secara sintesis sulit dilakukan dan tidak ekonomis. Cara yang mudah dan murah adalah mengekstrak dari tanaman Artemisia. Sayangnya, tanaman Artemisia di Indonesia mengandung artemisinin yang rendah, sehingga tidak ekonomis untuk dikembangkan dalam skala industri. Metabolit sekunder dapat diproduksi dengan teknik kultur in vitro melalui kultur kalus atau kultur akar rambut. Pada kultur kalus, pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), baik auksin maupun sitokinin, sangat diperlukan. Penggunaan ZPT tersebut secara tunggal atau kombinasi dengan konsentrasi yang tepat diharapkan dapat menginduksi dan meningkatkan pertumbuhan kalus. Media kultur dan prekursor mempengaruhi produksi metabolit sekunder. Induksi akar rambut dapat dilakukan dengan menggunakan vektor Agrobacterium rhizogenes yang sesuai. Induksi akar rambut transgenik dihasilkan oleh adanya transfer T-DNA dari A. rhizogenes ke dalam sel tanaman. Fragmen TDNA yang ditransfer tersebut membawa gen rol untuk mensintesis auksin dan sitokinin, sehingga ekspresi gen tersebut menyebabkan terjadinya over produksi fitohormon dalam sel tanaman. Efisiensi transformasi dipengaruhi oleh:
(1) umur tanaman pada saat infeksi yang berkaitan dengan kompetensi sel,
(2) umur isolat Agrobacterium yang digunakan untuk infeksi yang berhubungan dengan virulensi. Dalam hal ini umur isolat bakteri berkaitan dengan fase pertumbuhan Agrobacterium,  sedangkan waktu inkubasi menentukan fase pertumbuhan yang berkaitan dengan proses molekuler dalam sel bakteri dalam mengatur gen rol pada proses transformasi,
dan
(3) suhu untuk pertumbuhan Agrobacterium.
Keuntungan dari kultur akar rambut antara lain adalah:
(1) dapat tumbuh pada media tanpa ZPT,
(2) pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan akar yang berasal dari induksi ZPT, dan
(3) akar rambut dapat menghasilkan metabolit sekunder yang tinggi. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan metode kultur akar rambut dengan bantuan A. Rhizogenes pada tanaman ginseng meningkatkan kandungan total saponin 0,95% lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan total saponin dari tanaman induknya. Di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) telah dilakukan penelitian awal untuk produksi senyawa artemisinin, menggunakan metode kultur akar rambut dengan bantuan vektor A. rhizogenes. Tiga strain bakteri A. Rhizogenes telah dicobakan pada eksplan daun dan batang Artemisia


Pembentukan akar rambut pada eksplan daun Artemesia dengan menggunakan tiga strain bakteri A.rhizogenes. (a: strain
ATCC 15834, b: strain LBA 9457, c: Strain A4J).


Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi A. rhizogenes pada daun Artemisia yang telah dilukai ternyata menginduksi pembentukan akar rambut. Bakteri A. Rhizogenes strain ATCC 15834 lebih cepat menginduksi akar rambut dibanding dua strain lainnya. Pembentukan akar rambut oleh strain ini mencapai 50,77% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena tanggapan jaringan berbeda terhadap strain bakteri yang digunakan. Kemampuan inokulasi Agrobacterium terhadap tanaman juga berbeda. Faktor yang menentukan kompetensi jaringan antara lain adalah spesies atau genotipe asal eksplan, jenis organ yang digunakan, dan tingkat perkembangan organ. Kompetensi tanaman berkaitan dengan senyawa fenolik yang dikeluarkan oleh sel tanaman yang luka. Senyawa tersebut berfungsi untuk mengaktifkan gen vir yang berperan dalam mengaktifkan gen rol. Gen rol diekspresikan pada jaringan tertentu, di mana kandungan sukrosa dan IAA tinggi. Eksplan daun kemungkinan banyak mengandung sukrosa dan IAA, sehingga gen rol dapat terekspresi dengan baik dan dapat menginduksi pembentukan akar rambut. Keberhasilan induksi akar rambut pada eksplan daun kemungkinan juga disebabkan oleh kompatibilitas Agrobacterium untuk menerima isyarat dari jaringan daun yang luka dan diikuti oleh terinduksinya gen vir yang diperlukan dalam proses inokulasi. Selain itu juga adanya kompatibilitas gen yang menyebabkan T-DNA A. rhizogenes kompatibel kompatibel dengan kromosom tanaman, sehingga T-DNA dapat terintegrasi dengan baik ke dalam genom tanaman. Hasil penelitian awal ini tampaknya merupakan terobosan dalam memproduksi senyawa artemisinin secara massal dalam waktu yang relatif cepat (BB-Biogen).


Sumber

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor. Rekayasa Genetik Tanaman untuk Produksi Artemisinin, Senyawa Antimalaria. Hasil penelitian rekayasa genetik untuk produksi artemisinin, senyawa antimalaria, merupakan terobosan dalam memproduksi senyawa tersebut secara massal dalam waktu yang relatif cepat.
            http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr296072.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar